Rabu, 06 Oktober 2010

Hidup Adalah Maknai

Oleh: Ust. Heru Pudji Hartanto

“Dan orang-orang yang sabar karena mencari keridhaan Tuhannya, mendirikan shalat, dan menafkakan sebagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka, secara sembunyi atau terang-terangan, serta menolak kejahatan dengan kebaikan, orang-orang itulah yang mendapat tempat kesudahan yang baik, yaitu surga ‘Adn, Mereka masuk kedalamnya bersama-sama dengan orang-orang yang saleh dari bapak-bapaknya, istri-istrinya dan anak cucunya. Sedang malaikat-malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu; (sambil mengucapkan): “keselamatan atasmu berkat kesabaranmu.” Maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu.
( QS Al-Ra’d : 22-24 )

Betapa Allah memberikan kelebihan balasan kepada mereka yang memiliki kesabaran, dan menjadikan kesabaran itu sebagai cara mensikapi kenyataan hidupnya (walaupun terkadang amat pahit untuk dijalani). Beragam cobaan datang menerpa, baik itu berupa kebaikan atau keburukan, dapat dengan bijak diatasi dengan kesabaran yang dimilikinya.

Hati yang didalamnya bersemayam “sabar”, menjadikan personanya memiliki sikap positif terhadap kemungkinan. Bukankah masa depan tidak lain adalah berisi kemungkinan-kemungkinan ? dan sikap positif terhadap kesemuanya itu, tentu membuahkan harapan hidup lebih besar bagi seorang mukmin. Sementara itu, kehadiran “sabar” dalam hati seseorang sangat dipengaruhi oleh kemampuannya memaknai berbagai peristiwa yang terjadi dalam hidupnya.

Pengetahuan akan hakekat hidup menjadi factor penting dalam menentukan kualitas sabar dalam diri seseorang. Untuk itulah Allah melalui firman-firman-Nya, Rasulullah saw. Melalui sabdanya, menjelaskan dann mengungkapkan hakekat dan tujuan dari beragam cobaan hidup yang menimpa kita, sehingga kita mendapatkan “keselamatan” sebagai “berkah” dari “kesabaran” yang kita miliki.

Dari Abu Hurayrah, Rasulullah saw. Bersabda, “Allah berfirman, Jika Aku menguji hamba-Ku yang beriman dan ia tidak mengeluhkan penyakitnya kepada-Ku, maka ia akan Aku bebaskan dari penawanan-Ku. Kemudian Aku akan menggantikan dagingnya dengan daging yang lebih baik dari dagingnya, darahnya dengan darah yang lebih baik. Sehingga iapun memulai lembaran amal yang baru.” (HR. Al-Hakim)

Dan disaat A’isyah ditanya tentang firman Allah, “Dan jika kamu menampakan apa yang ada dalam hatimu atau kamu menyembunyikannya, niscaya Allah akan membuat perhitungan denganmu tentang perbuatan itu.” (QS. Al-Baqarah : 284), dan firman-Nya, “Barang siapa yang mengerjakan kejahatan, niscaya akan diberi pembalasan dengan kejahatan itu.” (QS. An-Nisa’ : 123). A’isyah berkata, “Tak seorangpun bertanya kepadaku tentang ayat ini sejak aku menanyakannya kepada Rasulullah saw. Ketika itu, beliau bersabda kepadaku, “Wahai A’isyah, ini ujian Allah kepada hamba-Nya berupa penyakit demam, bencana, kesulitan, sampai kehilangan barang yang ia simpan di sakunya dan sempat mencemaskannya, tetapi ia lalu temukan dibawah ketiaknya (dengan ujian itu) seorang mukmin keluar dari dosa-dosanya seperti keluarnya emas merah dari tungku ukupan” (H.R. Ibn Abi al-Dunya).

Demikianlah tuntunan Rasulullah saw. Guna memaknai berbagai peristiwa dalam kehidupan ini (terlebih-lebih disaat cobaan serta ujian hidup datang).

Abd al-Rahman ibn Abu Bakr berkata, Rasulullah saw. Bersabda, “Sesungguhnya perumpamaan seorang hamba yang beriman ketika ditimpa rasa nyeri ataupun demam, adalah seperti besi yang dimasukan api. Itu dapat menghilangkan cacatnya dan yang tinggal hanya kebaikannya.” (HR. al-Hakim).

Dari al-Hasan, dalam sebuah hadist yang marfuk Rasulullah saw. Bersabda, “sesungguhnya Allah akan menutupi seluruh kesalahan seseorang mukmin dengan menimpakan demam pada satu malam saja” (HR Ibn Abi al-Dunya).

Abu Burdah berkata, “Suatu ketika aku berada dekat Mu’awiyah, dan seorang dokter sedang mengobati luka dipunggungnya. Ia berkata. “Aku pernah mendengar Rasulullah bersabda, “Tidaklah seorang muslim mendapat musibah pada tubuhnya, kecuali ia menjadi kaffarat bagi dosa-dosanya.” (HR. Ahmad)

Anas berkata, Rasulullah saw. Bersabda, “Menjauhi dunia bukan dengan mengharamkan apa yang halal dan membuang harta. Tetapi, hendaknya apa yang ditanganmu tidak lebih kamu percayai dari apa yang ada di tangan Allah. Hendaknya musibah yang menimpamu karena kehilangan sesuatu lebih kamu sukai daripada sesuatu yang hilang itu tetap bersamamu.” (HR. al-Tirmidzi)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar